Masa depan kita adalah mobil listrik

Masih kita ingat sulitnya Korea Selatan dalam mengembangkan mobil nasionalnya. Lihat juga Malaysia yang belum juga sukses mengembangkan mobil nasionalnya (Proton). Korela Selatan sudah mulai mengembangan mobil nasional pada era 1980-an. Saking getolnya dalam memasarkan, maka salah satu pabrikan andalannya yakni KIA rela diganti mereknya dengan Timor di Indonesia. Mobil Timor ini merupakan CBU (completely Built Up) dari Korea Selatan, yang sudah bernama KIA Sephia.

Sekian lama mereka mengembangkan mobnas-nya akan tetapi selalu terbentur dengan tembok persaingan mobil-mobil yang memiliki brand kuat. Sebagai contoh, apa yang dibuat KIA dengan Sephia-nya adalah mobil sedan medium dengan kapasitas mesin 1.500cc mendapat tekanan secara langsung oleh Toyota Great Corolla, Suzuki Esteem, maupun Daihatsu Charade. Belum lagi tekanan persaingan dari pabrikan Amerika seperti Ford dengan Sunny, ataupun pabrikan lain di Eropa. Dihimpit kiri kanan, maka KIA Sephia dapat dikatakan gagal di pasar, dan harus rela dijual “mentah” pada Tommy Suharto.

Melihat kegagalan ini,  nafsu sebagian orang Indonesia untuk mengembangkan Mobnas seperti model Esemka dengan produk sport utility vihicle (SUV) Rajawali patut dievaluasi ulang. Berkaca dari kasus KIA Sephia, maka Esemka Rajawali secara head to head akan berhadapan dengan SUV sejuta umat yakni Daihatsu Terios dan Toyota Rush. Bahkan Honda saja tidak mau bertarung di segmen ini, apalagi Esemka yang belum punya brand di bidang otomotif?

Jadi bagi saya, sulit bagi Ina untuk dapat mengembangkan mobnas dengan segmen yang sudah matang sekarang yang dikuasai oleh  pabrikan seperti: Toyota, Honda, VW, Mercedez, Ford, KIA, Hyundai, Mazda, Suzuki dll. Dapat dipastikan kita akan kalah dengan brand yang mantap tersebut. Jika orang (konsumen) disuruh memilih, mereka niscaya akan memilih Toyota, Honda, Hyundai, BMW atau sejenisnya dibandingkan dengan Esemka. Nah, lain halnya jika kita masuk ke segmen mobil listrik, karena belum ada brand yang setle.

Di sini lah letak opportunity-nya. Merek untuk mobil hybrid/listrik itu belum sekuat mobil dengan BBM fosil, jadi kita bisa mencuri selera pasar Indonesia yang memang belum mengenal mobil hybrid. Istilahnya, kita menyalip di tikungan. Kisah ini juga dilakukan oleh Hyundai ataupun KIA yang sukses masuk pasar Indonesia dengan mengembangkan produk city car yang sedang booming saat itu. Hyundai dengan ATOZ dan KIA dengan Visto berhasil mencuri perhatian publik di Indonesia. Mereka hanya bersaing dengan Suzuki Karimun di segmen ini. Mobil yang muncul kemudian juga tidak berani masuk ke segmen city car low end. Toyota Yaris, Suzuki Swift, HOnda Jazz memilih mencari segmen yang berbeda dengan Hyundai ATOZ, KIA Visto dan Suzuki Karimun.

Meskipun pencetus Mobnas Esemka telah menyatakan bahwa segmen Esemka Rajawali berbeda dengan SUV lainnya, tetap saja akan sulit bergerak di segmen yang sudah mapan itu. Jadi, sudah selayaknya mobil listrik adalah masa depan mobil nasional kita untuk masuk ke industri pabrikan mobil.